InMedias.id, Kendari – Plt Inspektorat Sulawesi Tenggara (Sultra), DR. Intan Nurcahya kembali menjadi sorotan dari berbagai kalangan. Pasalnya, selama kurang lebih 11 Bulan menjabat, kinerja dari lembaga yang di pimpinnya saat ini mengalami penurunan.
Penurunan itu dibuktikan melalui hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 yang menunjukkan penurunan yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa efektivitas pengawasan internal serta langkah-langkah pencegahan korupsi yang dijalankan masih jauh dari harapan.
Menurut salah satu pengamat kebijakan publik dari salah satu universitas di Kendari, Inspektorat tidak menunjukkan langkah konkret dalam menindaklanjuti temuan-temuan terkait korupsi serta pelanggaran administrasi.
Disebutkannya, dari data yang dirilis, indeks SPI, Provinsi Sultra mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, dimana tahun 2023 nilai MCP Pemprov Sultra sebesar 56,25 persen, namun di tahun 2024 nilai MCP justru menurun 37,38 persen. Hal ini menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola pemerintahan, terutama dalam pengawasan dan pencegahan praktik korupsi di lingkungan birokrasi.
“Saat ini kita melihat bahwa Inspektorat lebih banyak bersikap pasif ketimbang aktif dalam memastikan jalannya pemerintahan yang bersih. Seharusnya mereka menjadi motor penggerak dalam meningkatkan integritas di jajaran birokrasi, bukan hanya sekadar lembaga formalitas yang bekerja sebatas rutinitas,” ujar seorang akademisi yang enggan disebutkan namanya.
Padahal kata dia, SPI yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertujuan untuk mengukur tingkat integritas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sayangnya, hasil survei tahun ini justru mencerminkan lemahnya sistem pengawasan serta kurangnya inisiatif dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas birokrasi di Sultra.
“Inspektorat seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan kepatuhan terhadap aturan serta meningkatkan kualitas integritas pemerintahan, dinilai gagal dalam menjalankan perannya secara maksimal,” pungkasnya.
Kritik tajam pun datang dari Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Indonesia (AMIN) Sultra, Muh. Andriansyah husen. Menurutnya, terdapat kelemahan pengawasan serta dugaan adanya pembiaran terhadap berbagai praktik yang tidak sesuai dengan prinsip good governance.
Selain itu, beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Sultra juga dikabarkan kurang mendapat arahan yang jelas dari Inspektorat dalam hal peningkatan kualitas integritas.
“Hal ini berakibat pada lemahnya implementasi program-program antikorupsi serta minimnya tindakan korektif terhadap potensi penyimpangan anggaran. Pemprov Sultra perlu mengambil langkah evaluasi agar dapat memberikan dampak signifikan, perlunya reformasi struktural di tubuh Inspektorat,” ucapnya.
Dia menduga, Plt. Inspektur Daerah Provinsi Sultra DR. Intan Nurcahya sudah kebablasan dengan memanfaatkan pembaga pengawas yang di jabat sementara sebagai dengan mengabaikan integritas.
“Kami duga, ada kesepakatan jahat dengan PPTK serta Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra yang juga ternyata merupakan keluarga dekat Plt. Inspektur. Sebaba dalam penerbitan hasil reviu Inspektorat terkait pembayaran retensi pembangunan atau rehabilitasi dermaga PP Mangolo yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kolaka dengan anggaran sebesar Rp.21.594.600.000, yang seharusnya belum memenuhi syarat untuk dibayarkan,” ujarnya.
Demikian juga dengan pembangunan atau relehabilitasi Dermaga Pelabuhan Perikanan Mina-Minanga Kabupaten Buton Utara (Butur) dengan anggaran sekitar Rp.20,556.570.000. Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari sepuluh proyek strategis Pemprov Sultra.
“Kami telah mendapatkan keterangan dan hal ini sudah menjadi pembahasan serius dipublik pemerhati korupsi. Terkait adanya dugaan gratifikasi akan hal tersebut yang selanjutkan kami akan beberkan pada pihak APH untuk segera ditindak lanjuti,” ucapnya.
Sejumlah rekomendasi pun mulai bermunculan dari berbagai pihak, mulai dari penunjukan pejabat yang lebih berintegritas termasuk perlunya peningkatan kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), penguatan mekanisme kontrol dalam pengelolaan anggaran daerah, serta keterlibatan masyarakat dalam pengawasan kebijakan publik.
“Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa ada langkah konkret dari Pemprov Sultra, maka bukan tidak mungkin integritas birokrasi akan semakin memburuk. Dengan posisi strategisnya sebagai lembaga pengawas internal, Inspektorat daerah seharusnya bisa lebih proaktif dalam mencegah kebocoran anggaran dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran di lingkungan pemerintahan bukan malah menjadi pelaku akibat ulah oknum yang diberi kepercayaan sebagai Plt namun menyalahgunakan jabatannya,” jelasnya.
Karena lanjut pria yang akrab disapa Binggo ini, kepercayaan publik terhadap lembaga ini akan semakin tergerus, dan Sultra akan semakin jauh dari cita-cita pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Laporan : Aidil