InMedias.id, Kendari – Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Menggugat (AMIN), Ikzan menilai masa jabatan Plt Inspektur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Intan Nurcahaya sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor. 1/SE/1/2021.
“Surat edaran dari BKN sangat jelas mengatur tentang kewenangan Pelaksana Harian (Plh) dan Pelaksana Tugas (Plt). Pada poin 11 dengan tegas berbunyi bahwa pegawai negeri sipil yang ditunjuk sebagai Plt, melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan,” ungkapnya, Sabtu 22 Maret 2025.
Seharusnya kata Ikzan, jika mengacu pada surat edaran BKN maka secara otomatis Intan Nurcahaya tidak lagi menduduki jabatan Plt di Inspektorat Sultra.
“Hal ini tentu memunculkan berbagai spekulasi dipublik bahwa Intan Nurcahya mempunyai beking orang dalam untuk tetap bertahan di posisi sebagai Plt. Karena dari masa Gubernur Sultra dijabat oleh Pj sampai Gubernur definitif, sehingga sampai dengan hari ini kurang lebih 12 bulan menjabat,” kata Ikzan.
Lanjutnya, hal tersebut tentunya akan mempengaruhi sistem pengawasan dan pencegahan dalam pengelolaan pemerintahan ditengah upaya Gubernur Sultra yang sedang berbenah demi terciptanya atmosfir sistem pemerintahan yang baik dan berkualitas.
“Terbukti, penurunan Indeks Integritas
hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024 menunjukkan penurunan signifikan. Pada tahun 2023, Nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) Pemerintah Provinsi Sultra mencapai 56,25 persen, namun pada tahun 2024 menurun menjadi 37,38 persen. Nah ini bukti nyata,” ujarnya.
Penurunan ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam tata kelola pemerintahan, terutama dalam pengawasan dan pencegahan praktik korupsi yang di motori inspektorat Provinsi Sultra sebagai lembaga pengawas internal pemerintah.
“Kritik terhadap kinerja Plt. Inspektur
berbagai kalangan bukti bahwa Intan Nurcahaya dianggap belum optimal menjalankan tugasnya,” ucapnya.
Lebih lanjut Ikzan membeberkan, jika sebelumnya pengamat kebijakan publik mengungkapkan bahwa Inspektorat Sultra cenderung pasif dan kurang proaktif dalam menindaklanjuti temuan terkait korupsi serta pelanggaran administrasi.
“Padahal seharusnya, Inspektorat menjadi motor penggerak dalam meningkatkan integritas di jajaran birokrasi, bukan sekadar lembaga formalitas yang bekerja sebatas rutinitas,” jelasnya.
Hal ini semakin miris dengan diterbitkannya keputusan Gubernur Sultra, nomor 100.3.3.1/446/tahun 2024, tentang pedoman pengawasan dilingkungan Inspektorat Provinsi Sultra yang menjadi landasan dalam pelaksanaan tugas inspektorat yang makin carut marut karena sampai dengan hari ini produk Hukum tersebut tidak pernah dilakukan evaluasi dan kajian mendalam namun sampai saat ini masih berlaku karena belum dicabut.
Ketiadaan pejabat definitif dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak negatif pada stabilitas dan efektivitas pengawasan internal pemerintah daerah. Penunjukan pejabat definitif yang berkompeten dan berintegritas tinggi sangat diperlukan untuk memastikan fungsi pengawasan berjalan optimal, sehingga dapat mencegah praktik-praktik korupsi dan meningkatkan akuntabilitas serta transparansi dalam pemerintahan.
“Pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk mengisi posisi Inspektur Daerah secara definitif. Hal ini penting untuk memperkuat sistem pengawasan internal dan memastikan bahwa tata kelola pemerintahan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance,” pungkasnya.
Laporan : Aidil