InMedias.id, Konawe – Proyek pembuatan bangunan ukur ambang lebar oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) wilayah IV Kendari di Ameroro, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe yang seharusnya memberi dampak positif justru menjadi ancaman bagi masyarakat, khususnya para petani.
Pasalnya, sejak adanya pembangunana tersebut tiga kelompok tani di Kecamatan Uepai kini terancam gagal tanam hingga panen, akibat aliran air kini tidak lagi mengaliri sawah-sawah mereka.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Seksi OP BWS Sulawesi IV Kendari, Hj. Hartina membantah. Kata dia, keberadaan bangunan ini justru membantu mengetahui dan mencegah kehilangan air akibat distribusi yang tidak efisien, kebocoran, atau pengambilan air yang tidak sesuai ketentuan.
“Bangunan ukur di saluran irigasi merupakan komponen penting dalam sistem pengelolaan sumber daya air yang efisien dan berkelanjutan. Fungsinya bukan untuk menghambat atau mengurangi aliran air, melainkan untuk memantau dan mengendalikan distribusi air secara akurat sesuai dengan kebutuhan dan rencana pola tanam. Bangunan ini memungkinkan petugas irigasi untuk mengetahui secara tepat berapa volume air yang mengalir di setiap titik saluran, sehingga distribusi air dapat dilakukan secara adil dan merata kepada seluruh kelompok tani,” jelasnya.
Lanjutnya, saluran sekunder mamiri sendiri melayani 203 Ha lahan sawah, yang artinya kebutuhan air untuk layanan saluran sekunder mamiri adalah 253,75 liter per detik. Sedangkan berdasarkan pengukuran di lapangan, saluran sekunder mamiri memberikan layanan air sebesar 259,8 liter per detik yang artinya air yang dialirkan untuk melayani kebutuhan persawahan lebih dari cukup.
“Terkait tidak terlayaninya beberapa petak sawah yang terletak pada ujung jaringan layanan mamiri dikarenakan banyaknya penyadapan liar dan kurangnya pemeliharaan pada saluran tersier (sedimentasi dan sampah yang tidak dibersihkan). Penyadapan liar yang dilakukan dengan membobol dan merusak saluran irigasi sekunder mamiri,” ucapnya.
Berdasarkan hasil penelusuran jaringan pada layanan Mamiri , diketahui terdapat lebih dari 10 titik penyadapan liar yang digunakan untuk mengairi sawah, empang, dan untuk konsumsi rumah tangga. Metode yang digunakan pun beragam, antara lain dengan membobol atau merusak dinding saluran dan memasang pipa dengan diameter besar untuk kepentingan selain irigasi sawah, dan membobol saluran untuk mengairi sawah secara illegal.
“Upaya penyadapan liar tersebut merugikan petani yang memiliki petak sawah di hilir jaringan. Sehingga, untuk bisa mengolah sawah hingga petak sawah terujung, diperlukan partisipasi aktif dan kesadaran dari semua pihak untuk tidak melakukan penyadapan liar yang merugikan para petani pada petak sawah terujung,” tutupnya.
Laporan : Aidil