InMedias.id, Kendari – Surat pengaduan dan keberatan Andri Darmawan terhadap penanganan kasus kematian Juliansyah di Konawe akhirnya di tindaklanjuti oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI).
Komnas HAM melayangkan bernomor 562/PM.00/TL.02/VII/2024 tanggal 26 Juli 2024, menyoal perihal permintaan keterangan mengenai tidak profesionalnya penyidik Polres Konawe dalam kasus dugaan pembunuhan berencana itu kepada Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Sultra.
Dalam surat yang ditandatangani Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI, Parulian Sihombing, menerangkan berdasarkan klarifikasi pengadu, kronologi kecelakaan lalu lintas yang disampaikan oleh penyidik Polres Konawe, terdapat kejanggalan dari segi waktu dan saksi yang dijadikan sumber keterangan.
Penyidik Polres Konawe menyatakan Juliansyah mengalami kecelakaan lalu lintas pada 11 Juni 2022 pukul 22.00 Wita, dan hanya disaksikan saksi Indra, selaku terlapor. Kemudian baru dibawa ke Puskesmas Pondidaha yang hanya berjarak sekitar delapan meter dari lokasi kecelakaan pada 12 Juni 2022, pada pukul 01.40 Wita.
Luka-luka pada Juliansyah tidak identik dengan luka terbuka dan goresan yang
disebabkan oleh peristiwa kecelakaan lalu lintas. Lalu, pada lokasi tempat kejadian lalu lintas, tidak ditemukan adanya jejak kecelakaan lalu lintas seperti bekas jejak karet ban kendaraan bermotor akibat pengereman mendadak, kerusakan
trotoar dan fasilitas jalan umum lainnya akibat benturan keras kendaraan, rekaman CCTV, dan bukti petunjuk lainnya yang dapat memperkuat terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan Juliansyah meninggal dunia.
Penyidik Polres Konawe mengabaikan keterangan Juniansyah, adik dari Juliansyah. Padahal adik korban dan Juliansyah pergi ke Balai Desa Nonua Mandara untuk menemui seseorang, dan adik korban juga mengetahui persis bahwa Juliansyah sedang mengalami
pengancaman dan menjadi target penyerangan oleh seseorang.
Penyidik Polres Konawe dianggap tidak melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap telepon seluler Juliansyah untuk mendapatkan data dan informasi yang bisa membantu mengungkapkan kronologi serta penyebab meninggalnya Juliansyah.
Selain itu, Penyidik tidak mengungkap hasil autopsi dan ekshumasi terhadap jenazah Juliansyah, secara transparan dan akuntabel, baik kepada keluarga korban maupun kepada publik.
Pengadu menilai penyidik Polres Konawe tidak mengungkap kematian Juliansyah secara profesional dan transparan, sehingga menghilangkan hak atas keadilan baik dari Juliansyah, maupun keluarga korban.
Pengadu meminta agar penyidik Polres Konawe segera menyelesaikan penyelidikan kematian Juliansyah secara profesional, transparan, dan akuntabel guna memberikan kepastian
hukum dan keadilan bagi korban dan keluarga.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan sesuai fungsi pemantauan yang diatur dalam Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), Komnas HAM RI meminta Irwasda Polda Sultra guna empertimbangkan untuk menyampaikan hasil autopsi dan ekshumasi terhadap jenazah Juliansyah, secara transparan dan akuntabel kepada keluarga dan kuasa hukum, serta kepada masyarakat mengingat kasus ini telah menjadi atensi publik, khususnya di Sultra.
“Mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap telepon seluler Juliansyah, Indra selaku terlapor, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengungkap kronologi kematian Juliansyah,” isi surat yang ditujukan ke Irwasda Polda Sultra.
Komnas HAM RI juga meminta kepada Irwasda Polda Sultra untuk memberikan informasi perkembangan penyelidikan yang sudah dilakukan oleh Polres Konawe
dalam mengungkap penyebab kematian Juliansyah, dan pihak-pihak yang harus
bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut.
Memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pengaduan Syamriatin, yang diwakili oleh LBH HAMI Sultra lewat Ketua LBH HAMI Sultra, Andre Dermawan.
Selambat-lambatnya, pemberian informasi dan penjelasan mengenai hal diatas, paling lambat 15 hari setelah surat dari Komnas HAM RI diterima.
Sementara itu, Kuasa Hukum korban, Andre Dermawan mengatakan, dengan surat yang ditujukkan ke Irwasda Polda Sultra menunjukkan keseriusan Komnas HAM RI untuk memproses atas kejanggal penyelidikan kematian Juliansyah.
Dia berharap, Irwasda Polda Sultra, dan Polres Konawe bisa membuka hasil penyelidikan yang sebenar-benarnya, demi menjamin kepastian hukum untuk korban dan keluarga korban.
“Kami berharap, melalui surat yang sudah diterbitkan Komnas HAM RI, menjadi awal yang baik untuk menguak kebeneran peristiwa kematian korban,” katanya.
Laporan : Adi