InMedias.id, Kendari – Setelah menyusun perencanaan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Kendari, kini mulai mengidentifikasi dan menangani kawasan permukiman kumuh yang tersebar di berbagai wilayah.
Kepala Dinas (Kadis) Dinas Perumahan, Kawasan Kumuh, dan Pertanahan, Satria Damayanti mengatakan kawasan kumuh merupakan area yang memiliki kondisi hunian dan lingkungan yang tidak layak karena berbagai faktor seperti kepadatan tinggi, kurangnya akses terhadap infrastruktur dasar, dan kondisi lingkungan yang buruk.
Satria Damayanti menjelaskan, meskipun kepadatan tinggi di kawasan kumuh bisa menjadi peluang untuk memfasilitasi akses layanan dasar seperti air bersih dan sanitasi sekaligus mengurangi biaya biaya infrastruktur per kapita. Akan tetapi jika pengelolaan yang tidak baik dapat memperburuk kondisi kumuh, meningkatkan risiko kesehatan, dan mempercepat kerusakan lingkungan.

“Pengelolaan yang baik, kepadatan tinggi di kawasan kumuh dapat menjadi potensi perubahan positif, namun tanpa pengelolaan yang baik, masalah yang ditimbulkan dapat semakin parah,” jelasnya.
Sedangkan kurangnya akses terhadap infrastruktur dasar di kawasan kumuh berdampak buruk pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kualitas hidup penghuni kawasan kumuh menjadi rendah karena lingkungan yang tidak sehat, minimnya akses ke fasilitas dasar, dan tingginya risiko penyakit. Selain itu, kawasan kumuh juga seringkali menjadi sumber masalah sosial seperti kriminalitas dan kebakaran.
“Kurangnya akses terhadap infrastruktur dasar di kawasan kumuh memiliki dampak yang luas dan merugikan bagi masyarakat. Penanganan masalah ini memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat, aman, dan berkelanjutan bagi semua,” ujarnya.
Sementara itu kondisi lingkungan di kawasan kumuh biasanya ditandai dengan sanitasi yang buruk, akses terbatas ke air bersih, dan pengelolaan sampah yang tidak memadai. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti penyebaran penyakit menular dan tidak menular, serta masalah sosial seperti kriminalitas dan kemiskinan.

“Kondisi lingkungan yang buruk di kawasan kumuh ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan sosial masyarakat. Oleh karena itu, penanganan masalah kawasan kumuh perlu dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai pihak, dan fokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat,” terangnya.
Kebijakan Anggaran Untuk Peningkatan Kualitas Hunian Warga
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan menyebutkan pihaknya telah mengidentifikasi 28 titik yang menjadi kawasan kumuh dengan luas total mencapai 556 hektare. Beberapa diantaranya seperti di Kelurahan Puday, Kecamatan Abeli telah ditangani sejak tahun 2024.
“Ini juga bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah dalam memperbaiki kondisi permukiman yang belum layak huni. Tahun ini kami mengalokasikan sekitar Rp400 juta untuk meningkatkan kualitas hunian warga dengan memperbaiki 20 rumah tidak layak huni (RTLH),” sebutnya.

Tidak hanya itu saja, pihaknya juga menganggarkan kurang lebih Rp240 juta untuk perbaikan 12 unit rumah terdampak bencana. Selain itu pemerintah juga berencana membangun 18 unit rumah baru bagi korban kebakaran di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPAS) Puuwatu.
“Kami juga berencana membangun 18 unit rumah baru bagi korban kebakaran di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPAS) Puuwatu. Penataan juga menyasar wilayah kepulauan, salah satunya di Pulau Pandan, Kelurahan Poasia, Kecamatan Abeli, yang pernah ditinjau langsung Direktorat Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PUPR.
“Rencana penataan di Pulau Pandan mencakup pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), peningkatan akses jalan, serta perbaikan sistem sanitasi dan drainase,” tutupnya. (Adv)