InMedias.id, Kolaka – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kasasi cabang Kolaka, menilai ada kejanggalan dalam proses penaganan perkara pengrusakan dan penyerobotan lahan di Jalan Padat Karya, Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada.
Pasalnya, sampai saat ini pihak terlapor belum juga hadir memenuhi panggilan dari penyidik Polres Kolaka.
Ketua LBH Kasasi Cabang Kolaka, Muh. Hasrul La Aci mengatakan beberapa legalitas kepemilikan lahan pelapor sudah dikantongi oleh penyidik yang menangani kasus tersebut.
“Sudah tiga kali penyidik melayangkan panggilan untuk klarifikasi kepada terlapor atas dugaan pengrusakan dan penyerobotan tanah tersebut. Namun, hingga saat ini terlapor tidak koperatif,” ungkapnya.
Kata Hasrul La Aci, pihak penyidik bahkan sudah mendatangani Polsubsektor Kecamatan Tanggetada, Bhabinkantimnas setempat serta kediaman terlapor untuk meminta keterangan demi proses pemeriksaan lebih lanjut.
“Info dari Bhabinkamtibmas terlapor ini tidak berada di kediamannya. Aparat pemerintah setempat pun enggan memberikan bantuan atau solusi,” ucapnya.
Lanjutnya, anehnya dua hari sebelum penyidik mendatangi Polsubsektor, para terlapor beserta kerabatnya pernah mendatangi lokasi yang menjadi objek perkara dengan membawa sepucuk senjata laras panjang rakitan.
“Masyarakat biasa sebut senjata papporo. Mereka juga kabarnya sempat mengeluarkan tembakan kearah atas sebanyak dua kali. Bahkan ada beberapa saksi mata yang menyaksikan kejadian tersebut,” bebernya.
Tindakan tersebut seharusnya menjadi atensi pihak keamanan setempat untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan. Sebaba, dengan membawa senjata rakitan atau papporo tersebut patut diduga adanya Mens Rea untuk melukai.
“Sayangnya pihak keamanan tersebut merasa persoalan itu adalah persoalan biasa,” ujarnya.
Lebih lanjut Hasrul La Aci menjelasakan, perkara pengrusakan dan penyerobotan lahan sudah berlangsung selama kurang lebih 8 tahun, namun belum menemukan titik terang.
“Kemana masyarakat mau mengadu ketika hak mereka dirampas, dirusak dan diambil oleh oknum-oknum yang beralibi tanah adat, tanah kawasan, dan tanah nenek moyang yang tidak berdasar. Apakah dengan legalitas kepemilikan lahan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) belum cukup kuat menajdi bukti otentik,” jelasnya.
Padahal menurutnya, pasal 32 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 sangat jelas menyatakan bahwa sertifikat tanah merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang kuat.
“Sertifikat tanah merupakan alat bukti otentik yang didasarkan pada UU Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960. Dengan adanya bukti legalitas kepemilikan lahan serta keterangan saksi-saksi yang sudah dikantongi oleh penyidik yang menangani perkara tersebut, sudah tidak ada lagi alasan bagi pihak kepolisian untuk tidak segera menangani persoalan ini,” tegasnya.
Sehingga itu Hasrul La Aci meminta pihak kepolisian segera mengambil tindakan, agar oknum-oknum atau mafia tanah di daerah Kabupaten Kolaka khususnya di Kecamatan Tanggetada Kelurahaan Anaiwoi dapat menjadi contoh serta efek jera bagi para mafia tanah lainnya,” tutupnya.
Laporan : Aidil