InMedias.id, Konawe – Kurangnya aliran air yang mengaliri sawah-sawah para petani di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe rupanya di akibatkan adanya penyadapan liar di saluran irigasi yang di lakukan oleh oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi OP Balai Wilayah Sungai (BWS) Wilayah IV Kendari, Hj. Hartina. Kata dia, bangunan ukur ambang lebar bukan penyebab, melainkan maraknya aksi penyadapan air sehingga sawah-sawah para petani yang berada di ujung jaringan layanan mamiri tidak teraliri.
“Terkait tidak terlayaninya beberapa petak sawah yang terletak pada ujung jaringan layanan Mamiri dikarenakan banyaknya penyadapan liar dan kurangnya pemeliharaan pada saluran tersier (sedimentasi dan sampah yang tidak dibersihkan),” ungkapnya, Selasa 8 April 2025.
Disebutkannya, penyadapan liar dilakukan dengan cara membobol dan merusak saluran irigasi sekunder Mamiri. Berdasarkan hasil penelusuran jaringan pada layanan Mamiri, diketahui terdapat lebih dari 10 titik penyadapan liar yang digunakan untuk mengairi sawah, empang, dan untuk konsumsi rumah tangga.
“Metode yang digunakan pun beragam, antara lain dengan membobol, merusak dinding saluran dan memasang pipa dengan diameter besar untuk kepentingan selain irigasi sawah, dan membobol saluran untuk mengairi sawah secara illegal,” ucapnya.
Dijelaskannya, bangunan ukur di saluran irigasi merupakan komponen penting dalam sistem pengelolaan sumber daya air yang efisien dan berkelanjutan. Fungsinya bukan untuk menghambat atau mengurangi aliran air, melainkan untuk memantau dan mengendalikan distribusi air secara akurat sesuai dengan kebutuhan dan rencana pola tanam.
“Bangunan ini memungkinkan petugas irigasi untuk mengetahui secara tepat berapa volume air yang mengalir di setiap titik saluran, sehingga distribusi air dapat dilakukan secara adil dan merata kepada seluruh kelompok tani,” jelasnya.
Saluran sekunder Mamiri sendiri melayani lebih dari 203 Ha lahan sawah, yang artinya kebutuhan air untuk layanan saluran sekunder Mamiri adalah 253,75 liter per detik.
“Sedangkan berdasarkan pengukuran di lapangan, saluran sekunder Mamiri memberikan layanan air sebesar 259,8 liter per detik yang artinya air yang dialirkan untuk melayani kebutuhan persawahan lebih dari cukup,” ujarnya.
Lebih lanjut Hj. Hartina mengatakan, untuk bisa mengolah sawah hingga petak sawah terujung, diperlukan partisipasi aktif dan kesadaran dari semua pihak untuk tidak melakukan penyadapan liar yang merugikan para petani pada petak sawah terujung.
“Untuk diketahui bersama bahwa penyadapan liar dengan cara merusak saluran irigasi memiliki konsekuensi hukum yang melanggar Undang – Undang Sumber Daya Air Nomor 17 tahun 2019,” tutupnya.
Laporan : Aidil