InMedias.id, OPINI – Sepanjang 10 tahun terakhir Sulawesi Tenggara yang dikenal dengan julukan Bumi Anoa telah berubah fungsi menjadi Bumi Pertambangan Nikel hal ini ditandai dengan masuknya perusahaan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan bijih nikel.
Fenomena ini berdampak positif yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Sulawesi Tenggara pada umumnya dalam hal perekonomian dan angkatan kerja baru namun disisi lain memiliki dampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat dan hewan Anoa yang dilindungi.
Seiring dengan pesatnya penurunan stutus hutan dikonveksi menjadi hutan areal penggunaan lainnya terkombinasikan melalui Pengelolaan Sumber Daya Alam Sultra yaitu Nikel sehingga sultra yang dahulu dikenal dengan bumi Aona menjadi Bumi Nikel untuk Indonesia.
Masyarakat Sultra secara umum belum siap untuk menyambut peradaban baru dilingkungan sekitarnya hal ini ditandai dengan maraknya pelaku Pertambangan Nikel yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah pertambangan yang baik yang telah diatur oleh Negara melalui peraturan perundangan.
Disisi lain , jumlah Sumber Daya Aparatur yang masih sangat kurang dalam hal pengawasan atas pertambangan nikel sehingga apa yang diharapkan pemerintah untuk mendapatkan pundi-pundi sumber devisa Negara demi kemaslahatan masyarakat Indonesia dan sultra khususnya seakan-akan berbuah menjadi malapetaka besar bagi masyarakat dan Negara.
Tidak adanya edukasi pada masyarakat akan pentingnya masyarakat menjadi pioneer atau garda terdepan dalam hal pencegahan, cegah dini deteksi dini sebelum terjadinya FRAUD diwilayahnya sehingga berakibat ratusan milyard bahkan triliunan rupiah hasil kekayaan alam sultra di korupsi oleh para pelaku usaha pertambangan nikel.
Lembaga Masyarakat Adat Tolaki (MAT) Sulawesi Tenggara menilai apa yang terjadi saat ini adalah kelalaian dari semua unsur baik itu pemerintah maupun masyarakat.
“Untuk itu melalui MAT Sultra akan bergerak secara massif dan berkolaborasi dengan penyelenggara Negara dalam hal pencegahan perusakan hutan dan pertambangan nikel illegal demi kelangsungan hidup masyarakat sultra sebelum, sementara dan sesudah pertambangan nikel dilakukan,” kata Ketua Umum MAT Sultra Abdul Sahir.
Adapun Sekjend MAT Sultra, Adi Yusuf Tamburaka menyatakan pendapat bahwa penyitaan uang atas pertambangan nikel illegal diwilayah daratan Sultra khususnya, di kembalikan ke masyarakat.
“Seharusnya uang tersebut itu Negara kembalikan ke masyarakat Sultra secara diskresi dalam tata kelola pemerintahan pasca putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Mengapa, disebabkan rakyat Sultra yang akan merasakan dampak negatifnya pasca pertambangan nikel, untuk itu Negara wajib memikirkan kedepan bagi kelangusungan hidup generasi pelanjut sultra, olehnya dana itu semestinya diberikan ke masyarakat Sultra melalui Negara dan pemerintah daerah serta dibagi dan disalurkan dalam bentuk biaya pendidikan kesehatan modal usaha, pertanian, infrastuktur dan keagamaan,” tutupnya.
Penulis : Abdul Sahir, Adi Yusuf (MAT) Sultra